Al'Allamah Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di rahimahullah memaparkan tentang bid'ah, "Bid'ah adalah perkara yang diada-adakan dalam agama. Sesungguhnya agama itu adalah apa yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah (ajaran beliau).Jadi, apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, itulah agama. OhSantri ~ Soal Tanya Jawab Aswaja Kelas 8 BAB VII Materi Sunnah & Bid’ah. Mari kita pelajari bersama-sama beberapa jumlah butir soal beserta jawabannya di bawah ini. Kumpulan soal ASWAJA atau Ke-NU-n berikut ini juga sangat cocok untuk dijadikan soal latihan dalam olimpiade. Kumpulan Materi ASWAJA MTs Semester Ganjil Dan Genap Untuk Kelas 8 Kumpulan Soal ASWAJA MTs Semester Ganjil Dan Genap Untuk Kelas 8 Soal Tanya Jawab Aswaja Kelas 8 BAB VII Materi Sunnah & Bid’ah Sunnah menurut bahasa adalah? Jalan yg biasa dilalui Sinonim dari As-Sunnah adalah? Al-Hadits Sunnah menut istilah adalah? Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad berupa qaul, fi’li, Taqrir Apa hubungan ANtara Sunnah dan Bid’ah? Bid’ah adalah hal yang berbanding terbalik dg sunnah. Bid’ah menurut bahasa artinya? Sesutu yang diadakan tanpa contoh Bid’ah menurut istilah adalah? Segala sesuatu yang berupa perbuatan Syar’i yang belum ada pada Zaman Nabi perbuatan tersebut tidak dicantumkan dalam al-Qur’an dan Hadits / sunnah Bid’ah terbagi menjadi berapa? 2. 1 Bid’ah Khasanah [baik] 2 Bid’ah Dolalah [buruk] Bid’ah dikatakan sesat apabila? Menentang sunnah dan Al-Qur’an Bid’ah Khasanah apabila? Tidak menentang al-Qur’an dan SUnnah Nabi. Contoh seperti berdzikir / tahlilan dll. Al-Qur’an adalah? Wahyu Allah yg diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara Jibril secara mutawatir Selesainya pembukuan / penulisan al-Qur’an pada masa? Khalifah Utsman bin Affan Jelaskan sunah secara etimologis secara bahasa yang artinya...? Jawabbarang siapa membiasakan sesuatu yang baik didalam islam, maka ia menerima pahalanya dan pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkannya. Jelaskan pengertian bid`ah...? Jawabpengertian bid`ah secara bahasa berarti sesuatu yang diadakan tampa contoh. Arti dari sabda rosulullah di atas adalah...? Jawabbarang siapa membiasakan sesuatu yang baik didalam islam, maka ia menerima pahalanya dan pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkannya. Secara etimologis sunah bisa dilihat dari 3 bidang ilmu yaitu...? Jawab ilmu hadist, ilmu fiqh, dan ushul fiqh. Sunah menurut para ahli hadis identik dengan hadis yaitu...? Jawabseluruh yang disandarkan pada nabi muhamad saw baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan atau sifatnya sebagai manusia biasa akhlaknya apakah itu sebelum maupun setelah diangkat menjadi rosul. Sunah menurut para ahli usholfigh adalah...? Jawabsegala yang diriwayatkan dari nabi saw berupa perbuatan perkataan dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum. Sedangkan sunah menut para ahli fiah, disamping pengertian yang dikemukakan para ulama ushul fiah diatas juga dimaksutkan sebagai salah satu hukum takhlifi yang mengandung pengertian...? jawabpengertian perbuatan yang apa bila dikerjan mendapat pahala dan apa bila di tinggalkan tidak mendapat dosa. Sunah dengan arti hadis nabawi adalah istilah...? Jawabistilah orang-orang musstholahhul hadist sedangkan sunah dengan arti sebagai perbandingan fardlu adalah istilah orang-orang ahli fiqih dan ushul fiqih. Pengertian sunah khulafar rasyidin sahabat adalah...? Jawabhal hal yang oleh rosululah saw tidak melakukan sama sekali dan tidak memerintahkan dengan perintah tertentu. Berdasarkan devinisi sunah yang di kemukakan para ulama di atas sunah yang menjadi sumber ke2 hukum islam itu ada 3 macam yaitu...? Jawab fi`liyyah. B. Sunah qouliah. C. Sunah taqrriyyah Sunah fi`liyah yaitu...? Jawabsunah fi`liyyah yaitu perbuatan yang dilakukan nabi saw yang dilihat atau diketahui dan disampaikan para sahabat kepada orang lain. Sunah qualiah yaitu...? Jawabsunah qouliyah yaitu ucapan nabi saw yang didengar oleh dan di sampaikan seorang atau beberapa sahabat kepada orang lain. Sunah taqririyyah yaitu...? Jawabsunah taqririyyah yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang dilakukan dihadapan atau di sepengetahuan nabi saw tetapi nabi hanya diam dan tidak mencegahnya Sesuatu yang tidak menentang salah satu dari al-qur`an...? Jawabsunah nabi, atsar dan ijma. Bid`ah adalah...? jawabsesuatu perkerjaan keagamaan yang tidak dikenal pada jaman rosululah saw Seluruh kamus mengatakan bahwa bid`ah itu dalam bahasa arab adalah...? jawabsuatu barang yang baru didapatkan dengan tidak ada contoh terlebih dahulu. Didalam kitab suci al-qur`an, terdapat ayat yang mengatakan bahwa tuhan itu ’badi`` yang artinya...? Jawabpencipta langit dan bumi. Sunah dengan arti sebagai perbandingan fardlu adalah...? Jawab istilah orang-orang ahli fiqih dan ushul fiqih. Dapat di ambil kesimpulan bahwa arti bid`ah adalah...? Jawab bid`ah adalah perkerjaan keagamaan yang tidak dikenal pada jaman rosululah saw. Syekh izzudin bin abd. Salah seorang ulama besar dalam lingkungan mazhab syafi`i wafat pada tahun...? Jawab660H . Bid` ah itu terbagi menjadi 2 yaitu bid`ah.........dan........? Jawabbid`ah dholalah bid`ah sesat dan bid`ah hasanah bid`ah terpuji. Bid`ah terpuji adalah...? Jawabbid`ah terpuji hasanah adalah perkerjaan keagamaan yang baik yang tidak menentang kitabullah. Bid`ah tercela adalah...? Jawabbid`ah tercela dhlalah adalah perkerjaan keagamaan yang berlainan atau menentang kitabullah. Perkerjaan yang baru itu ada 2 macam yaitu...? Jawabpekerjaan keagamaan yang menentang atau belarian dengan al-qur`an, sunah nabi, atsar dan ijma, sedangkan perkerjaan keagamaan yang baik yang tidak menentang salah satu dari al-qur`an, sunah nabi, atsar, dan ijma. Segala yang diriwayatkan dari nabi saw berupa....? Jawabperbuatan, perkataan dan ketetapan. Pekerjaan keagamaan yang baik yang tidak menentang salah satu dari yg tersebut diatas adalah...? Jawabbid`ah hasanah. Bid`ah hasanah yaitu...? Jawabbid`ah terpuji. Bid'ah dholalah yaitu...? Jawabperkerjaan keagamaan yang berlainan atau menentang kitabullah. Bidah hasanah yaitu...? Jawabperkerjaan keagamaan yang baik yang tidak menentang kitabullah. Tidak semua bidah itu dolalah tetapi ada juga bidah hasanah bidah baik sebutkan contoh nya...? Jawabmengumpulkan ayat-ayat al-qur`an, membukukan fiqih dan tafsir al-quran, merayakan hari-hari besar islam, membangun madrasah-madrasah atau sekolah- sekolah. Baca Juga Tanya Jawab Soal Aswaja 8 BAB I Materi Tentang Konsep Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Tanya Jawab soal Aswaja Kelas 8 BAB II Materi Tentang Ulama Soal Tanya Jawab Aswaja Materi Ijtihad & Istinbath Kelas 8 BAB IV Soal Tanya Jawab Aswaja Materi Taqlid dan Ittiba’ Kelas 8 BAB V Soal Tanya Jawab Aswaja Materi Madzhab & Sistem Bermadzhab Kelas 8 BAB VI Semoga Soal tanya jawab di atas dapat menambah pengetahuan Anda ya Sob. Terimakasih atas kunjungannya. D
PertanyaanSoal Bid'ah (1)Assalamu'alaikum wr. wb. Saya ingin menanyakan, bagaimana sikap kita bila di lingkungan tempat tinggal kita ini meskipun orang-orangnya. Soal Bid'ah - % Karena mereka belum tahu tentang pengetahuan agama secara dalam. Memahami Al-Qur'an dan Hadits serta praktek ibadah Nabi Saw, tidak

Perkataan yang sering dikemukakan oleh sebagian orang ketika membid’ahkan suatu amalan, “Itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi, dan para sahabat tidak pernah melakukannya. Seandainya itu perkara baik, niscaya mereka telah mendahului kita dalam melakukannya.” Tark Tak Selalu Bermakna Tahrim Ketika Nabi tidak melakukan suatu hal–dalam istilah ilmu Ushul Fiqh disebut “at-tark”— mengandung beberapa kemungkinan selain tahrim pengharaman. Mungkin saja Nabi tidak melakukan suatu hal hanya karena tidak terbiasa, atau karena lupa atau karena memang tidak terpikirkan sama sekali oleh beliau sebab sebagai manusia, Nabi yang suci dari dosa [ma’shum] diliputi pula oleh keterbatasan fisik dan lingkungan kultural—red, atau karena takut hal tersebut difardlukan atas umatnya sehingga memberatkan atau karena hal tersebut sudah masuk dalam keumuman sebuah ayat atau hadits atau kemungkinan-kemungkinan yang lain. Jelas bahwa tidak mungkin Nabi bisa melakukan semua hal yang dianjurkan, karena begitu sibuknya beliau dengan tugas-tugas dakwah, kemasyarakatan atau kenegaraan. Jadi, hanya karena Nabi tidak melakukan sesuatu lalu sesuatu itu diharamkan, ini adalah istinbath yang keliru. Demikian juga ketika para ulama salaf tidak melakukan suatu hal itu mengandung beberapa kemungkinan. Mungkin saja mereka tidak melakukannya karena kebetulan saja, atau karena menganggapnya tidak boleh atau menganggapnya boleh tetapi ada yang lebih afdlal sehingga mereka melakukan yang lebih afdlal, dan beberapa kemungkinan lain. Jika demikian halnya at-tark tidak melakukan saja tidak bisa dijadikan dalil, karena kaidah mengatakan مَا دَخَلَهُ الاحْتِمَالُ سَقَطَ بِهِ الاسْتِدْلاَلُ "Dalil yang mengandung beberapa kemungkinan tidak bisa lagi dijadikan dalil untuk salah satu kemungkinan saja tanpa ada dalil lain". Oleh karena itu al Imam asy-Syafi'i mengatakan كُلُّ مَا لَهُ مُسْتَنَدٌ مِنَ الشَّرْعِ فَلَيْسَ بِبِدْعَةٍ وَلَوْ لَمْ يَعْمَلْ بِهِ السَّلَفُ "Setiap perkara yang memiliki sandaran dari syara' bukanlah bid'ah meskipun tidak pernah dilakukan oleh ulama salaf." Jadi, perlu diketahui bahwa ada sebuah kaidah ushul fiqh تَرْكُ الشَّىْءِ لاَ يَدُلُّ عَلَى مَنْعِهِ "Tidak melakukan sesuatu tidak menunjukkan bahwa sesuatu tersebut terlarang". At-tark yang dimaksud adalah ketika Nabi tidak melakukan sesuatu atau salaf tidak melakukan sesuatu, tanpa ada hadits atau atsar lain yang melarang untuk melakukan sesuatu yang ditinggalkan tersebut yang menunjukkan keharaman atau kemakruhannya. Jadi at-tark saja tidak menunjukkan keharaman sesuatu. At-tark saja jika tidak disertai nash lain yang menunjukkan bahwa al-matruk dilarang bukanlah dalil bahwa sesuatu itu haram, paling jauh itu menunjukkan bahwa meninggalkan sesuatu itu boleh. Sedangkan bahwa sesuatu itu dilarang tidak bisa dipahami dari at-tark saja, tetapi harus diambil dari dalil lain yang menunjukkan pelarangan, jika tidak ada berarti tidak terlarang dengan dalil at-tark saja. Perlu diketahui bahwa pengharaman sesuatu hanya bisa diambil dari salah satu di antara tiga hal ada 1 nahy larangan, atau 2 lafazh tahrim atau 3 dicela dan diancam pelaku suatu perbuatan dengan dosa atau siksa. Karena at-tark tidak termasuk dalam tiga hal ini berarti at-tark bukan dalil pengharaman. Karena itulah Allah berfirman وَمَآءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَانَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا Maknanya "..Apa yang diberikan Rasulullah kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…" al Hasyr 7 Allah tidak menyatakan وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا تَرَكَهُ فَانْتَهُوْا عَنْهُ "Apa yang diberikan Rasulullah kepadamu maka terimalah dia dan apa yang ditinggalkannya maka tinggalkanlah." Al Imam Abu Sa'id ibn Lubb mengatakan "فَالتَّرْكُ لَيْسَ بِمُوْجِبٍ لِحُكْمٍ فِي ذَلِكَ الْمَتْرُوْكِ إِلاَّ جَوَازَ التَّرْكِ وَانْتِفَاءَ الْحَرَجِ فِيْهِ، وَأَمَّا تَحْرِيْمٌ أَوْ لُصُوْقُ كَرَاهِيَةٍ بِالْمَتْرُوْكِ فَلاَ، وَلاَ سِيَّمَا فِيْمَا لَهُ أَصْلٌ جُمْلِيٌّ مُتَقَرِّرٌ مِنَ الشَّرْعِ كَالدُّعَاءِ". "Jadi at-tark tidak memiliki akibat hukum apa pun terhadap al Matruk kecuali hanya kebolehan meninggalkan al Matruk dan ketiadaan cela dalam meninggalkan hal tersebut. Sedangkan pengharaman atau pengenaan kemakruhan terhadap al Matruk itu tidak ada padanya, apalagi dalam hal yang tentangnya terdapat dalil umum dan global dari syara' seperti doa misalnya". Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Syarh al Bukhari قَالَ ابْنُ بَطَّالٍ فِعْلُ الرَّسُوْلِ إِذَا تَجَرَّدَ عَنِ القَرَائِنِ –وَكَذَا تَرْكُهُ- لاَ يَدُلُّ عَلَى وُجُوْبٍ وَتَحْرِيْمٍ "Ibnu Baththal mengatakan, Perbuatan Rasulullah jika tidak ada qarinah konteks, red lain –demikian pula tark-nya—tidak menunjukkan kewajiban dan keharaman’." Kitab Fathul Bari, 9/14 Jadi perkataan al Hafizh Ibnu Hajar "وَكَذَا تَرْكُهُ" menunjukkan bahwa at-tark saja mujarrad at-tark tidak menunjukkan pengharaman. Perihal Tuntutan “Mana Dalilnya?” Sebagian kalangan sering mengatakan ketika melihat orang melakukan suatu amalan, “Ini tidak ada dalilnya!”, dengan maksud tidak ada ayat atau hadits khusus yang berbicara tentang masalah tersebut. Pertama, dalam ushul fiqh dijelaskan bahwa jika sebuah ayat atau hadits dengan keumumannya mencakup suatu perkara, itu menunjukkan bahwa perkara tersebut masyru'. Jadi keumuman ayat atau hadits adalah dalil syar'i. Dalil-dalil umum tersebut adalah seperti وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ Maknanya “Dan lakukan kebaikan supaya kalian beruntung” al Hajj 77 Jadi dalil yang umum diberlakukan untuk semua cakupannya. Kaidah mengatakan العَامُّ يُعْمَلُ بِهِ فِيْ جَمِيْعِ جُزْئِيَّاتِهِ "Dalil yang umum diterapkan digunakan dalam semua bagian-bagian cakupannya." Ini sangat bertentangan dengan kebiasaan sebagian orang. Sebagian orang tidak menganggap cukup sebagai dalil dalam suatu masalah tertentu bahwa hal tersebut dicakup oleh keumuman sebuah dalil. Mereka selalu menuntut dalil khusus tentang masalah tersebut. Sikap seperti ini sangat berbahaya dan bahkan bisa mengantarkan kepada kekufuran tanpa mereka sadari. Karena jika setiap peristiwa atau masalah disyaratkan untuk dikatakan masyru' dan tidak disebut sebagai bid'ah bahwa ada dalil khusus tentangnya, niscaya akan tidak berfungsi keumuman Al-Qur'an dan Sunnah dan tidak sah lagi berdalil dengan keumuman tersebut. Ini artinya merobohkan sebagian besar dalil-dalil syar'i dan mempersempit wilayah hukum dan itu artinya bahwa syari'at ini tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan tentang hukum peristiwa-peristiwa yang terus berkembang dengan berkembangnya zaman. Ini semua adalah akibat-akibat yang bisa mengantarkan kepada penghinaan dan pelecehan terhadap syari'at, padahal jelas penghinaan terhadap syari'at merupakan kekufuran yang sangat nyata. Kedua, dalam menetapkan hukum suatu permasalahan tidak diharuskan ada banyak dalil; berupa beberapa ayat atau beberapa hadits misalnya. Jika memang sudah ada satu hadits saja, misalnya, dan para mujtahid menetapkan hukum berdasarkan hadits tersebut maka hal itu sudah cukup. Ketiga, dalam beristidlal sering dijumpai adanya hadits yang diperselisihkan status dan kehujjahannya di kalangan para ulama hadits sendiri. Perbedaan penilaian terhadap suatu hadits inilah salah satu faktor penyebab terjadinya perbedaan pendapat di kalangan para ulama mujtahid. Seandainya bukan karena hal ini, niscaya para ulama tidak akan berbeda pendapat dalam sekian banyak masalah furu’ dalam bab ibadah dan mu’amalah. Oleh karenanya, jika ada hadits yang statusnya masih diperselisihkan di kalangan para ahli maka sah-sah saja jika kita mengikuti salah seorang ulama hadits, apalagi jika yang kita ikuti betul-betul ahli di bidangnya seperti Ibnu Hibban, Abu Dawud, at-Tirmidzi, al Hakim, al Bayhaqi, an-Nawawi, al Hafizh Ibnu Hajar, as-Sakhawi, as-Suyuthi dan semacamnya. Karena memang menurut para ulama hadits sendiri, hadits itu ada yang muttafaq ala shihhatihi dan ada yang mukhtalaf fi shihhatihi Lihat as-Suyuthi, al-Hawi lil Fataawi 2/210, Risalah Bulugh al Ma’mul fi Khidmah ar-Rasul. Dari penjelasan ini diketahui bahwa jika ada sebagian kalangan yang mengira bahwa hanya mereka yang mengetahui hadits yang sahih dan hanya mereka yang memiliki hadits yang sahih, hadits yang ada pada mereka saja yang sahih dan semua hadits yang ada pada selain mereka tidak sahih, maka orang seperti ini betul-betul tidak mengerti tentang apa yang dia katakan. Orang seperti ini tidak tahu menahu tentang ilmu hadits dan para ahli hadits yang sebenarnya. Hati-hati Terperosok! Ada sebuah kaidah yang sangat penting dalam beristidlal—orang yang tidak mengetahuinya bisa terperosok dalam kesesatan mengharamkan perkara yang dihalalkan oleh Allah atau sebaliknya. Al Hafizh al Faqih al Khathib al Baghdadi menyebutkan kaidah tersebut dalam kitab al-Faqih wal Mutafaqqih h. 132 وَإِذَا رَوَى الثِّقَةُ الْمَأْمُوْنُ خَبَرًا مُتَّصِلَ الإِسْنَادِ رُدَّ بِأُمُوْرٍ" ثُمَّ قَالَ "وَالثَّانِيْ أَنْ يُخَالِفَ نَصَّ الْكِتَابِ أَوْ السُّـنَّةِ الْمُتَوَاتِرَةِ فَيُعْلَمُ أَنَّهُ لاَ أَصْلَ لَهُ أَوْ مَنْسُوْخٌ، وَالثَّالِثُ أَنْ يُخَالِفَ الإِجْمَاعَ فَيُسْتَدَلُّ عَلَى أَنَّهُ مَنْسُوْخٌ أَوْ لاَ أَصْلَ لَهُ، لأَنَّهُ لاَ يَجُوْزُ أَنْ يَكُوْنَ صَحِيْحًا غَيْرَ مَنْسُوْخٍ وَتُجْمِعُ الأُمَّةُ عَلَى خِلاَفِهِ "Jika seorang perawi yang tsiqah ma'mun terpercaya meriwayatkan hadits yang bersambung sanadnya, hadits itu bisa tertolak karena beberapa hal. Kemudian beliau mengatakan Kedua hadits tersebut menyalahi nash Al-Qur’an, hadits mutawatir, sehingga dari sini diketahui bahwa hadits tersebut sebenarnya tidak memiliki asal atau mansukh telah dihapus dan tidak berlaku lagi. Ketiga hadits tersebut menyalahi ijma', sehingga itu menjadi petunjuk bahwa hadits tersebut sebenarnya mansukh atau tidak memiliki asal, karena tidak mungkin hadits tersebut sahih dan tidak mansukh lalu umat sepakat untuk menyalahinya". Orang yang tidak mengetahui kaidah ini bisa mengharamkan perkara yang dihalalkan oleh Allah, seperti sebagian orang yang mengaku mujtahid di masa kini yang mengharamkan bagi perempuan untuk memakai perhiasan emas yang berbentuk lingkaran adz-Dzahab al Muhallaq seperti cincin, gelang, kalung, anting dan semacamnya. Pengharaman itu dikarenakan ia menemukan beberapa hadits yang sahih menurutnya yang mengharamkan perhiasan emas tersebut. Padahal hadits-hadits tersebut sebenarnya menyalahi nash Al-Qur'an seperti firman Allah أَوَ مَن يُنَشَّؤُا فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ Maknanya "Dan apakah patut menjadi anak Allah orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran". az-Zukhruf 18 Hadits-hadits tersebut juga menyalahi ijma' sehingga dengan begitu diketahui bahwa hadits tersebut telah dinasakh telah dihapus dan tidak berlaku lagi. Al Hafizh al Bayhaqi mengatakan فَهذِهِ الأَخْبَارُ أَيْ فِيْ الإِبَاحَةِ وَمَا وَرَدَ فِيْ مَعْنَاهَا تَدُلُّ عَلَى إِبَاحَةِ التَّحَلِّيْ بِالذَّهَبِ لِلنِّسَاءِ، وَاسْتَدْلَلْنَا بِحُصُوْلِ الإِجْمَاعِ عَلَى إِبَاحَتِهِ لَهُنَّ عَلَى نَسْخِ الأَخْبَارِ الدَّالَّةِ عَلَى تَحْرِيْمِهِ فِيْهِنَّ خَاصَّةً "Jadi hadits-hadits ini dan semacamnya menunjukkan dibolehkannya berhias dengan emas bagi perempuan, dan kita menjadikan adanya ijma' atas kebolehan permpuan memakai perhiasan emas sebagai dalil bahwa hadits-hadits yang mengharamkan emas bagi perempuan secara khusus telah dinasakh" Lebih lanjut lihat Syekh Abdullah al Harari, Sharih al Bayan, 2/20-22. Anehnya, di sisi lain, orang-orang semacam ini ketika bertemu dengan hadits yang bertentangan dengan pendapat mereka, dengan mudah mereka mengklaim bahwa hadits tersebut mansukh atau khusus berlaku bagi Nabi tanpa ada dalil yang menunjukkan nasakh atau-pun khushushiyyah. Tetapi dalam hal yang oleh para ulama ditegaskan ada nasikh mereka tidak mau mengikutinya sambil berlagak menegakkan dan membela sunnah Nabi. Teladan Toleransi Ulama Salaf Dalam bidang furu’ tidak pernah salah seorang dari para ulama mujtahid mengklaim bahwa dirinya saja yang benar dan selainnya sesat. Mereka tidak pernah mengatakan kepada mujtahid lain yang berbeda pendapat dengan mereka bahwa anda sesat dan haram orang mengikuti anda. Umar bin al Khaththab tidak pernah mengatakan hal itu kepada Ali bin Abi Thalib ketika mereka berbeda pendapat, demikian pula sebaliknya Ali tidak pernah mengatakan hal seperti itu kepada Umar. Demikian pula para ulama ahli ijtihad yang lain seperti Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Ibnu al Mundzir, Ibnu Jarir ath-Thabari dan lainnya. Mereka juga tidak pernah melarang orang untuk mengikuti mazhab orang lain selama yang diikuti memang seorang ahli ijtihad. Mereka juga tidak pernah berambisi mengajak semua umat Islam untuk mengikuti pendapatnya. Mereka tahu betul bahwa perbedaan dalam masalah-masalah furu’ telah terjadi sejak awal di masa para sahabat Nabi dan mereka tidak pernah saling menyesatkan atau melarang orang untuk mengikuti salah satu di antara mereka. Dalam berbeda pendapat, mereka berpegang pada sebuah kaidah yang disepakati لاَ يُنْكَرُ الْمُخْتَلَفُ فِيْهِ وَإِنَّمَا يُنْكَرُ الْمُجْمَعُ عَلَيْهِ “Tidak diingkari orang yang mengikuti salah satu pendapat para mujtahid dalam masalah yang memang diperselisihkan hukumnya mukhtalaf fih di kalangan mereka, melainkan yang diingkari adalah orang yang menyalahi para ulama mujtahid dalam masalah yang mereka sepakati hukumnya mujma’ alayhi.” Lihat as-Suyuthi, al-Asybaah wa an-Nazha-ir, h. 107, Syekh Yasin al Fadani, al-Fawa-id al-Janiyyah, h. 579-584 Maksud dari kaidah ini bahwa jika para ulama mujtahid berbeda pendapat tentang suatu permasalahan, ada yang mengatakan wajib, sunnah atau makruh, haram, atau boleh dan tidak boleh, maka tidak dilarang seseorang untuk mengikuti salah satu pendapat mereka. Tetapi jika hukum suatu permasalahan telah mereka sepakati, mereka memiliki pendapat yang sama dan satu tentang masalah tersebut maka tidak diperbolehkan orang menyalahi kesepakatan mereka tersebut dan mengikuti pendapat lain atau memunculkan pendapat pribadi yang berbeda. Wallahu a'lam. Ustadz Nur Rohmad, Dewan Pakar Aswaja NU Center PCNU Kabupaten Mojokerto

Kajian dan Tanya Jawab tentang Bid'ah dan Ahli Bid'ah (337 audio) 23 Jan, 2021 Posting Komentar Daftar Isi Koleksi kumpulan rekaman audio kajian, khutbah, ceramah, pengajian, tausiyah, dan tanya jawab bersama ustadz ahlussunnah yang membahas tema seputar bid'ah dan ahli bid'ah. 1. bab 25 tercelanya hawa nafsu dan kebid'ahan serta ahlul

0% found this document useful 0 votes191 views4 pagesDescriptionTanya Jawab tentang bid'ah oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin RahimahullahCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsPDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes191 views4 pagesTanya-Jawab Tentang Bid'AhDescriptionTanya Jawab tentang bid'ah oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin RahimahullahFull description BID'AH; Beberapa Pertanyaan dan Jawabannya Oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-'Utsaimin Mungkin ada diantara kita yang bertanya bagaimanakah pendapat anda tentang perkataanUmar bin Khattab setelah memerintahkan kepada Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad-Dariagar mengimami orang-orang di bulan Ramadhan. Ketika keluar mendapatkan jama'ahsedang berkumpul dengan imam mereka, beliau berkata "Inilah sebaik-baik bid'ah...dst." JawabannyaPertama bahwa tak seorangpun diantara kita boleh menentang sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, walaupun dengan perkataan Abu Bakar, Umar, 'Utsman, Ali atau dengan perkataansiapa saja selain mereka. Karena Allah Ta'ala berfirman " Maka hendaklah orang-orangyang menyalahi perintahnya Rasul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yangpedih ." An-Nur 63Imam Ahmad bin Hambal berkata "Tahukah anda, apakah yang dimaksud dengan fitnah?Fitnah, yaitu syirik. Boleh jadi apabila menolak sebagian sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam akan terjadi pada hatinya suatu kesesatan, akhirnya akan jadi binasa."Ibnu Abbas berkata "Hampir saja kalian dilempar batu dari atas langit. KukatakanRasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, tapi kalian menentangnya dengan ucapan Abu Bakar dan Umar." Kedua Kita yakin kalau Umar termasuk orang yang sangat menghormati firman Allah dan sabdaRasul-Nya. Beliaupun terkenal sebagai orang yang berpijak pada ketentuan-ketentuan AllahTa'ala, sehingga tak heran jika beliau mendapat julukan sebagai orang yang selaluberpegang teguh kepada kalamullah. Dan kisah perempuan yang berani menyanggahperkataan beliau tentang pembatasan mahar maskawin dengan firman Allah, yang artinya" Sedang kamu telah memberikan kepada seorang diantara mereka harta yangbanyak..." bukan rahasia lagi bagi umum, sehingga beliau tidak jadi melakukan pembatasanmahar. Sekalipun kisah ini perlu diteliti lagi tentang kesahihannya, tetapi dapat menjelaskanbahwa Umar adalah seorang yang senantiasa berpijak pada ketentuan-ketentuan Allah, karena itu, tak patut bila Umar menentang sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallamdan berkata tentang suatu bid'ah "Inilah sebaik-baik bid'ah", padahal bid'ah tersebuttermasuk dalam kategori sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam "Setiap bid'ah adalahkesesatan." Akan tetapi bid'ah yang dikatakan oleh Umar, harus ditempatkan sebagai bid'ah yang tidaktermasuk dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut. Maksudnya adalahmengumpulkan orang-orang yang mau melaksanakan sholat sunat pada malam bulanRamadhan dengan satu imam, dimana sebelumnya mereka melakukannya sholat sunat ini sendiri sudah ada dasarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa BID'AH BEBERAPA PERTANYAAN DAN JAWABANNYA 1/4 sallam, sebagaimana dinyatakan oleh Aisyah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallampernah melakukan qiyamul lail bersama para sahabat tiga malam berturut-turut, kemudianbeliau menghentikannya pada malam keempat dan bersabda " Sesungguhnya aku takut kalau sholat tersebut diwajibkan atas kamu, sedangkan kamu tidak mampu untuk melaksanakannya ." HR Bukhari dan MuslimJadi qiyamul lail sholat malam di bulan Ramadhan dengan berjama'ah termasuk sunnahRasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun disebut bid'ah oleh Umar pertimbangan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam setelah menghentikannyapada malam keempat, ada diantara orang-orang yang melakukannya sendiri-sendiri, adayang melakukannya dengan berjama'ah dengan beberapa orang saja dan ada yangberjama'ah dengan orang banyak. Akhirnya Amirul mu'minin dengan pendapatnya yangbenar mengumpulkan mereka dengan satu imam. Maka perbuatan yang dilakukan olehUmar ini disebut bid'ah, bila dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh orang-orangsebelum itu. Akan tetapi sebenarnya bukanlah bid'ah, karena pernah dilakukan olehRasulullah shallallahu 'alaihi wa penjelasan ini, tidak ada suatu alasan apapun bagi ahli bid'ah untuk menyatakanperbuatan bid'ah mereka sebagai bid'ah hasanah. Mungkin ada juga yang bertanya Ada hal-hal yang tidak pernah dilakukan pada masaRasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi disambut baik dan diamalkan oleh umat Islam,seperti adanya sekolah, penyusunan buku, dan lain sebagainya. Hal-hal baru seperti itudinilai baik oleh umat Islam, diamalkan dan dipandang sebagai amal kebaikan. Lalubagaimana hal ini, yang sudah hampir menjadi kesepakatan kaum Muslimin, dipadukandengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam "Setiap bid'ah adalah kesesatan." Jawabannya Kita katakan bahwa hal-hal seperti ini sebenarnya bukan bid'ah, melainkan sebagai saranauntuk melaksanakan perintah, sedangkan sarana itu berbeda-beda sesuai tempat danzamannya. Sebagaimana disebutkan dalam kaidah "Sarana dihukumi menurut tujuannya".Maka sarana untuk melaksanakan perintah, hukumnya diperintahkan, sarana untukperbuatan yang tidak diperintahkan, hukumnya tidak diperintahkan, sedang sarana untukperbuatan haram, hukumnya adalah haram. Untuk itu suatu kebaikan jika dijadikan saranauntuk kejahatan, akan berubah hukumnya menjadi hal yang buruk dan jahat. Firman Allah Ta'ala " Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang merekasembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batastanpa pengetahuan ."Padahal menjelek-jelekkan sembahan orang-orang musyrik adalah perbuatan haq dan padatempatnya, sebaliknya menjelek-jelekkan Rabbul 'Alamien adalah perbuatan durjana dantidak pada tempatnya. Namun karena perbuatan menjelek-jelekkan dan memaki sembahanorang-orang musyrik menyebabkan mereka akan memaki Allah, maka perbuatan tersebutdilarang. Ayat ini sengaja kami kutip, karena merupakan dalil yang menunjukkan bahwa saranadihukumi menurut tujuannya. Adanya sekolah-sekolah, karya ilmu pengetahuan danpenyusunan kitab-kitab dan lain sebagainya walaupun hal baru dan tidak ada seperti itu pada BID'AH BEBERAPA PERTANYAAN DAN JAWABANNYA 2/4 zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, namun bukan tujuan, tetapi merupakan sarana dihukumi menurut tujuannya. Jadi seandainya ada seorang yangmembangun gedung sekolah dengan tujuan untuk pengajaran ilmu yang haram, makapembangunan tersebut hukumnya adalah haram. Sebaliknya apabila bertujuan untukpengajaran ilmu syar'i, maka pembangunannya adalah diperintahkan. Jika ada pula yang mempertanyakan bagaimana jawaban Anda terhadap sabda Nabishallallahu 'alaihi wa sallam "Siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikutinya meniru perbuatannya itu..." Jawabannya Bahwa orang menyampaikan ucapan tersebut adalah orang yang menyatakan pula "Setiapbid'ah adalah kesesatan" yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan tidak mungkinsabda beliau sebagai orang yang jujur dan terpercaya ada pertentangan satu samalainnya. Sebagaimana firman Allah juga tidak ada yang saling bertentangan. Kalau adayang beranggapan seperti itu, maka hendaklah ia meneliti kembali. Anggapan tersebut terjadimungkin karena dirinya yang tidak mampu atau kurang jeli. Dan sama sekali tidak akan adapertentangan dalam firman Allah atau sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa demikian tidak ada pertentangan antara kedua hadits tersebut, karena Nabimenyatakan "Man Sanna Fil Islam" yang artinya" Barangsiapa berbuat dalam Islam"sedangkan bid'ah bukan termasuk dalam Islam, kemudian menyatakan "sunnahhasanah" berarti sunnah yang baik, sedangkan bid'ah bukan yang baik. Tentu berbedaantara berbuat sunnah dengan mengerjakan bid' lainnya, bahwa kata-kata "Man Sanna" bisa diartikan pula "Barangsiapamenghidupkan suatu sunnah" yang telah ditinggalkan dan pernah ada sebelumnya. Jadi kata "Sanna" tidak berarti membuat sunnah untuk dirinya sendiri, melainkanmenghidupkan kembali suatu sunnah yang telah ditinggalkan. Ada juga jawaban lain yang ditunjukkan oleh sebab timbulnya hadits diatas, yaitu kisahorang-orang yang datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan mereka dalamkeadaan yang amat sulit. Maka beliau menghimbau kepada para sahabat untukmendermakan sebagian dari harta mereka. Kemudian datanglah seorang Anshar denganmembawa sebungkus uang perak yang kelihatannya cukup banyak, lalu diletakkannyadihadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Seketika itu berseri-serilah wajah beliaudan bersabda "Siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam maka iamendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti meniru perbuatannya itu..." Dari sini, dapat dipahami bahwa arti "Sanna" ialah melaksanakan mengerjakan bukanberati membuat mengadakan suatu sunnah. Jadi arti dari sabda beliau "Man Sanna FilIslam Sunnah Hasanah" yaitu "Barangsiapa melaksanakan sunnah yang baik" bukanmembuat atau mengadakannya, karena yang demikian ini dilarang berdasar sabda beliau Kullu bid'ah dhalalah. BID'AH BEBERAPA PERTANYAAN DAN JAWABANNYA 3/4

Pertanyaan Saya sering mendengar ustadz bicara tentang bid'ah.Apa sih definisi bid'ah dan contoh nyatanya di masyarakat sekarang?. andiga putra Jawaban: Bismillah.Imam Asy-Syatibi dalam kitabnya, Al-I'tisham, memberikan definisi bid'ah, sebagai berikut, طريقة فيالدين مخترعة تضاهي الشرعية يقصد بالسلوك عليها
Orang-orang yang tidak sependapat dengan amalan warga NU biasanya membidahkan amalan warga Nahdliyin dengan dalil sebagai berikut Barangsiapa menimbulkan sesuatu yang baru dalam urusan agama kita yang bukan dari ajarannya maka tertolak. HR. Bukhari Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan tiap bid’ah adalah sesat, dan tiap kesesatan menjurus ke neraka. HR. Muslim Apabila kamu melihat orang-orang yang ragu dalam agamanya dan ahli bid’ah sesudah aku Rasulullah Saw. tiada maka tunjukkanlah sikap menjauh bebas dari mereka. Perbanyaklah lontaran cerca dan kata tentang mereka dan kasusnya. Dustakanlah mereka agar mereka tidak makin merusak citra Islam. Waspadai pula orang-orang yang dikhawatirkan meniru-niru bid’ah mereka. Dengan demikian Allah akan mencatat bagimu pahala dan akan meningkatkan derajat kamu di akhirat. HR. Ath-Thahawi Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya. Para sahabat lantas bertanya, “Siapa mereka’ yang baginda maksudkan itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani.” HR. Bukhari Tiga perkara yang aku takuti akan menimpa umatku setelah aku tiada kesesatan sesudah memperoleh pengetahuan, fitnah-fitnah yang menyesatkan, dan syahwat perut serta seks. Ar-Ridha Barangsiapa menipu umatku maka baginya laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Ditanyakan, “Ya Rasulullah, apakah pengertian tipuan umatmu itu?” Beliau menjawab, “Mengada-adakan amalan bid’ah, lalu melibatkan orang-orang kepadanya.” HR. Daruquthin dari Anas. Setelah kita membaca hadits-hadits di atas Coba saudara cermati lagi. Telah kami terangkan bahwa kami umat Islam Ahlussunnah Wal Jamaah sangat menolak bid’ah dhalalah, persis dengan hadits2 di atas, yaitu menolak perilaku menciptakan ibadah baru yang bertentangan dengan ajaran Syariat Islam, contohnya pelaksanaan Doa Bersama Muslim non Muslim, karena perilaku itu bertentangan dengan Alquran, falaa taq’uduu ma’ahum hatta yakhudhuu fi hadiitsin ghairih janganlah kalian duduk dengan mereka -non muslim dalam ritualnya- hingga mereka membicarakan pembahasan lain -yang bukan ritual. Serta dalil lakum diinukum wa liadiin, bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Jadi jelaslah, perilaku “Doa Bersama Muslim non Muslim” ini ini jelas-jelas bid’ah dhalalah, tidak ada tuntunannya sedikitpun di dalam Islam. Tetapi tentang bid’ah hasanah semisal ritual tahlilan atau kirim doa untuk mayit, pasti tetap kami laksanakan, karena tidak bertentangan dengan syariat Islam, Bahkan ada perintahnya baik dari Alquran maupun Hadits. Perlu diketahui, yang dimaksud ritual Tahlilan itu, adalah dimulai dengan Mengumpulkan masyarakat untuk hadir di majlis dzikir dan taklim, tidakkah ini sunnah Nabi? Hadits masyhur idza marartum bi riyaadhil jannah farta’uu, qaluu wamaa riyadhul jannah ya rasulullah? Qaala hilaqud dzikr Jika kalian mendapati taman sorga, maka masuklah, mereka bertanya, apa itu riyadhul jannah taman sorga, wahai Rasulullah? Beliau menjawab majlis dzikir. Membaca surat Alfatihah, tidakkah baca Alfatihah ini perintah syariat ? Baca surat Yasin, tidakkah baca Yasin juga perintah syariat ? Baca Al-ikhlas, Al-alaq-Annaas, tidakkah Allah berfirman faqra-u ma tayassara minal quran bacalah apa yang mudah/ringan dari ayat Alquran. Baca subhanallah, astaghfirullah, shalawat Nabi, kalimat thayyibah lailaha illallah muhammadur rasulullah. Doa penutup. Lantas tuan rumah melaksanakan ikramud dhaif, menghormati tamu sesuai dengan kemampuannya. Tentunya dalam masalah ini sangat bervariatif sesuai dengan tingkat kemampuannya, tak ubahnya saat Akhi/keluarga Akhi melaksnakan pernikahan dengan suguhan untuk tamu, yang disesuaikan dengan kemampuan tuan rumah. Nah, jika amalan2 ini dikumpulkan dalam satu tatanan acara, maka itulah yang dinamakan tahlilan, sekalipun Nabi tidak pernah mengamalkan tahlilan model Indonesia ini, namun setiap komponen dari ritual tahlilan adalah mengikuti ajaran Nabi saw. maka yang demikian inilah yang dinamakan dengan BID’AH HASANAH. Siapa kira-kira yang memulai Bid’ah Hasanah ini? Tiada lain adalah Khalifah ke dua, Sahabat Umar bin Khatthab, tatkala beliau tahu bahwa Nabi mengajarkan shalat sunnah Tarawih 20 rakaat di bulan Ramadhan. Namun Nabi saw. melaksanakannya di masjid dengan sendirian, setelah beberapa kali beliau lakukan, lantas ada yang ikut jadi makmum, kemudian Nabi melaksnakan 8 rakaat di masjid, selebihnya dilakukan di rumah sendirian. Demikian pula para sahabatpun mengikuti perilaku ini, hingga pada saat kekhalifahan Sahabat Umar, beliau berinisiatif mengumpulkan semua masyarakat untuk shalat Tarawih dengan berjamaah, dilaksanakan 20 rakaat penuh di dalam masjid Nabawi, seraya berkata Ni’matil bid’atu haadzihi sebaik-baik bid’ah adalah ini = pelaksanaan tarawih 20 rakaat dengan berjamaah di dalam masjid sebulan penuh. Bid’ahnya sahabat Umar ini terus berjalan hingga saat ini, malahan yang melestarikan adalah tokoh-tokoh Saudi Arabia seperti kita lihat sampai saat ini bahwa di Masjidil Haram tarawih berjama’ah 20 rokaat sebulan penuh, sekaligus dengan mengkhatamkan Qur’an. Hal ini sama lestarinya dengan bid’ahnya para Wali songo yang mengajarkan tahlilan di masyarakat Muslim Indonesia. Jadi baik Sahabat Umar dan pelanjut shalat tarawih di masjid-masjid di seluruh dunia, maupun para Walisongo dengan para pengikutnya umat Islam Indonesia, adalah pelaku BID’AH HASANAH, yang dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebut Man sanna fil Islami sunnatan hasanatan, fa lahu ajruha wa ajru man amila biha bakdahu min ghairi an yangkusha min ujurihim syaik Barangsiapa yang memberi contoh sunnatan hasanatan perbuatan baru yang baik di dalam Islam yang tidak bertentangan dengan syariat, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan kiriman pahala dari orang yang mengamalkan ajarannya, tanpa mengurangi pahala para pengikutnya sedikit pun. Jadi sangat jelas baik sahabat Umar maupun para Wali songo telah mengumpulkan pundi-pundi pahala yang sangat banyak dari kiriman pahala umat Islam yang mengamalkan ajaran Bid’ah Hasanahnya beliau-beliau itu. Baik itu berupa Bid’ahnya Tarawih Berjamaah maupun Bid’ahnya Tahlilan dan amalan baik umat Islam yang lainnya. CONTOH-CONTOH BID’AH HASANAH Setelah baginda Nabi saw. wafat pun amal-amal perbuatan baik yang baru tetap dilakukan. Umat islam mengakuinya berdasar dalil-dalil yang shahih. Simak berbagai contoh berikut, Pembukuan al Qur’an. Sejarah pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Bagaimana sejarah penulisan ayat-ayat al Qur’an. Hal ini terjadi sejak era sahabat Abubakar, Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit ra. Kemudian oleh sahabat Ustman bin Affan ra. Jauh setelah itu kemudian penomoran ayat/ surat, harakat tanda baca, dll. Sholat tarawih seperti saat ini. Khalifah Umar bin Khattab ra yang mengumpulkan kaum muslimin dalam shalat tarawih berma’mum pada seorang imam. Pada perjalanan berikutnya dapat ditelusuri perkembangan sholat tarawih di masjid Nabawi dari masa ke masa Modifikasi yang dilakukan oleh sahabat Usman Bin Affan ra dalam pelaksanaan sholat Jum’at. Beliau memberi tambahan adzan sebelum khotbah Jum’at. Pembukuan hadits beserta pemberian derajat hadits shohih, hasan, dlo’if atau ahad. Bagaimana sejarah pengumpulan dari hadits satu ke hadits lainnya. Bahkan Rasul saw. pernah melarang menuliskan hadits2 beliau karena takut bercampur dengan Al Qur’an. Penulisan hadits baru digalakkan sejak era Umar ibn Abdul Aziz, sekitar abad ke 10 H. Penulisan sirah Nabawi. Penulisan berbagai kitab nahwu saraf, tata bahasa Arab, dll. Penulisan kitab Maulid. Kitab dzikir, dll Saat ini melaksanakan ibadah haji sudah tidak sama dengan zaman Rasul saw. atau para sahabat dan tabi’in. Jamaah haji tidur di hotel berbintang penuh fasilitas kemewahan, tenda juga diberi fasiltas pendingin untuk yang haji plus, memakai mobil saat menuju ke Arafah, atau kembali ke Mina dari Arafah dan lainnya. Pendirian Pesantren dan Madrasah serta TPQ-TPQ yang dalam pengajarannya dipakai sistem klasikal. dan masih banyak contoh-contoh lain. Dikutip dari ebook “DALIL AMALAN WARGA NAHDLIYIN NU’ yang ditulis oleh Imam Nawawi,
Darisekian banyak komentar-komentar tentang bid'ah, ana jadinya bingung tentang apa-apa saja yang termasuk bid'ah sesungguhnya. Afwan, ana masih terlalu awan untuk memahami semuanya. Tapi, ana mau menjalani semua syari'at islam dengan sempurna (walau nggak akan sempurna sepenuhnya)tentunya disandarkan pada al-Qur'an & al-Hadist shahih.
Oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin Mungkin ada di antara pembaca yang bertanya Bagaimanakah pendapat anda tentang perkataan Umar bin Khatab Radhiyallahu Anhu setelah memerintahkan kepada Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad-Dari agar mengimami orang-orang di bulan Ramadhan. Ketika keluar mendapatkan para jama’ah sedang berkumpul dengan imam mereka, beliau berkata “inilah sebaik-baik bid’ah …. dst”. Jawabannya. Pertama. Bahwa tak seorangpun di antara kita boleh menentang sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, walaupun dengan perkataan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali atau dengan perkataan siapa saja selain mereka. Karena Allah Ta’ala berfirman “Artinya Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya Rasul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih”. [An-Nuur 63]. Imam Ahmad bin Hambal berkata “Tahukah anda, apakah yang dimaksud dengan fitnah ?. Fitnah, yaitu syirik. Boleh jadi apabila menolak sebagian sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam akan terjadi pada hatinya suatu kesesatan, akhirnya akan binasa”. Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata “Hampir saja kalian dilempar batu dari atas langit. Kukatakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, tapi kalian menentangnya dengan ucapan Abu Bakar dan Umar”. Kedua. Kita yakin kalau Umar Radhiyallahu anhu termasuk orang yang sangat menghormati firman Allah Ta’ala dan sabda Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam. Beliaupun terkenal sebagai orang yang berpijak pada ketentuan-ketentuan Allah, sehingga tak heran jika beliau mendapat julukan sebagai orang yang selalu berpegang teguh kepada kalamullah. Dan kisah perempuan yang berani menyanggah pernyataan beliau tentang pembatasan mahar maskawin dengan firman Allah, yang artinya ” … sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak …” [An-Nisaa 20] bukan rahasia lagi bagi umum, sehingga beliau tidak jadi melakukan pembatasan mahar. Sekalipun kisah ini perlu diteliti lagi tentang keshahihahnya, tetapi dimaksudkan dapat menjelaskan bahwa Umar adalah seorang yang senantiasa berpijak pada ketentuan-ketentuan Allah, tidak melanggarnya. Oleh karena itu, tak patut bila Umar Radhiyallahu anhu menentang sabda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan berkata tentang suatu bid’ah “Inilah sebaik-baik bid’ah”, padahal bid’ah tersebut termasuk dalam kategori sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam “Setiap bid’ah adalah kesesatan”. Akan tetapi bid’ah yang dikatakan oleh Umar, harus ditempatkan sebagai bid’ah yang tidak termasuk dalam sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tersebut. Maksudnya adalah mengumpulkan orang-orang yang mau melaksanakan shalat sunat pada malam bulan Ramadhan dengan satu imam, di mana sebelumnya mereka melakukannya sendiri-sendiri. Sedangkan shalat sunat ini sendiri sudah ada dasarnya dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana dinyatakan oleh Sayyidah Aisyah Radhiyallahu anha berkata “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah melakukan qiyamul lail bersama para sahabat tiga malam berturut-turut, kemudian beliau menghentikannnya pada malam keempat, dan bersabda “Artinya Sesungguhnya aku takut kalau shalat tersebut diwajibkan atas kamu, sedanghkan kamu tidak mampu untuk melaksanakannya”. [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]. Jadi qiyamul lail shalat malam di bulan Ramadhan dengan berjamaah termasuk sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Namun disebut bid’ah oleh Umar Radhiyallahu anhu dengan pertimbangan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam setelah menghentikannya pada malam keempat, ada di antara orang-orang yang melakukannya sendiri-sendiri, ada yang melakukannya secara berjama’ah dengan orang banyak. Akhirnya Amirul Mu’minin Umar Radhiyallahu anhu dengan pendapatnya yang benar mengumpulkan mereka dengan satu imam. Maka perbuatan yang dilakukan oleh Umar ini disebut bid’ah, bila dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang sebelum itu. Akan tetapi sebenarnya bukanlah bid’ah, karena pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dengan penjelasan ini, tidak ada suatu alasan apapun bagi ahli bid’ah untuk menyatakan perbuatan bid’ah mereka sebagai bid’ah hasanah. Mungkin juga di antara pembaca ada yang bertanya Ada hal-hal yang tidak pernah dilakukan pada masa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, tetapi disambut baik dan diamalkan oleh umat Islam, seperti; adanya sekolah, penyusunan buku, dan lain sebagainya. Hal-hal baru seperti ini dinilai baik oleh umat Islam, diamalkan dan dipandang sebagai amal kebaikan. Lalu bagaimana hal ini, yang sudah hampir menjadi kesepakatan kaum Muslimin, dipadukan dengan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam “Setiap bid’ah adalah kesesatan ?”. Jawabnya Kita katakan bahwa hal-hal seperti ini sebenarnya bukan bid’ah, melainkan sebagai sarana untuk melaksanakan perintah, sedangkan sarana itu berbeda-beda sesuai tempat dan zamannya. Sebagaimana disebutkan dalam kaedah “Sarana dihukumi menurut tujuannya”. Maka sarana untuk melaksanakan perintah, hukumnya diperintahkan ; sarana untuk perbuatan yang tidak diperintahkan, hukumnya tidak diperintahkan ; sedang sarana untuk perbuatan haram, hukumnya adalah haram. Untuk itu, suatu kebaikan jika dijadikan sarana untuk kejahatan, akan berubah hukumnya menjadi hal yang buruk dan jahat. Firman Allah Ta’ala. “Artinya Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan”. [Al-An’aam 108]. Padahal menjelek-jelekkan sembahan orang-orang yang musyrik adalah perbuatan hak dan pada tempatnya. Sebaliknya, mejelek-jelekan Rabbul Alamien adalah perbuatan durjana dan tidak pada tempatnya. Namun, karena perbuatan menjelek-jelekkan dan memaki sembahan orang-orang musyrik menyebabkan mereka akan mencaci maki Allah, maka perbuatan tersebut dilarang. Ayat ini sengaja kami kutip, karena merupakan dalil yang menunjukkan bahwa sarana dihukumi menurut tujuannya. Adanya sekolah-sekolah, karya ilmu pengetahuan dan penyusunan kitab-kitab dan lain sebagainya walaupun hal baru dan tidak ada seperti itu pada zaman Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, namun bukan tujuan, tetapi merupakan sarana. Sedangkan sarana dihukumi menurut tujuannya. Jadi seandainya ada seseorang membangun gedung sekolah dengan tujuan untuk pengajaran ilmu yang haram, maka pembangunan tersebut hukumnya adalah haram. Sebaliknya, apabila bertujuan untuk pengajaran ilmu syar’i, maka pembangunannya adalah diperintahkan. Jika ada pula yang mempertanyakan Bagaimana jawaban anda terhadap sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. “Artinya Siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti meniru perbuatannya itu ..”. “Sanna” di sini artinya membuat atau mengadakan. Jawabnya Bahwa orang yang menyampaikan ucapan tersebut adalah orang yang menyatakan pula “Setiap bid’ah adalah kesesatan”. yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dan tidak mungkin sabda beliau sebagai orang yang jujur dan terpercaya ada yang bertentangan satu sama lainnya, sebagaimana firman Allah juga tidak ada yang saling bertentangan. Kalau ada yang beranggapan seperti itu, maka hendaklah ia meneliti kembali. Anggapan tersebut terjadi mungkin karena dirinya yang tidak mampu atau karena kurang jeli. Dan sama sekali tidak akan ada pertentangan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala atau sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dengan demikian tidak ada pertentangan antara kedua hadits tersebut, karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyatakan “man sanna fil islaam”, yang artinya “Barangsiapa berbuat dalam Islam”, sedangkan bid’ah tidak termasuk dalam Islam ; kemudian menyatkan “sunnah hasanah”, berarti “Sunnah yang baik”, sedangkan bid’ah bukan yang baik. Tentu berbeda antara berbuat sunnah dan mengerjakan bid’ah. Jawaban lainnya, bahwa kata-kata “man sanna” bisa diartikan pula “Barangsiapa menghidupkan suatu sunnah”, yang telah ditinggalkan dan pernah ada sebelumnya. Jadi kata “sanna” tidak berarti membuat sunnah dari dirinya sendiri, melainkan menghidupkan kembali suatu sunnah yang telah ditinggalkan. Ada juga jawaban lain yang ditunjukkan oleh sebab timbulnya hadits diatas, yaitu kisah orang-orang yang datang kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan mereka itu dalam keadaan yang amat sulit. Maka beliau menghimbau kepada para sahabat untuk mendermakan sebagian dari harta mereka. Kemudian datanglah seorang Anshar dengan membawa sebungkus uang perak yang kelihatannya cukup banyak, lalu diletakkannya di hadapan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Seketika itu berseri-serilah wajah beliau dan bersabda. “Artinya Siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti meniru perbuatannya itu ..”. Dari sini, dapat dipahami bahwa arti “sanna” ialah melaksanakan mengerjakan, bukan berarti membuat mengadakan suatu sunnah. Jadi arti dari sabda beliau “Man Sanna fil Islaami Sunnatan Hasanan”, yaitu “Barangsiapa melaksanakan sunnah yang baik”, bukan membuat atau mengadakannya, karena yang demikian ini dilarang. berdasarkan sabda beliau “Kullu bid’atin dhalaalah”. [Disalin dari buku Al-Ibdaa’ fi Kamaalisy Syar’i wa Khatharil Ibtidaa’ edisi Indonesia Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bid’ah karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin, penerjemah Ahmad Masykur MZ, terbitan Yayasan Minhajus Sunnah, Bogor – Jabar] Sumber Filed under Sunni
. 27 446 7 497 412 462 15 340

pertanyaan tentang bid ah